Karena suatu kecelakaan, seorang kepala desa tidak dapat lagi menggunakan kakinya. Maka ia berjalan dengan alat penopang. Lama kelamaan ia dapat berjalan dengan cepat - bahkan ia dapat berdansa dan melingkar-lingkar untuk menghibur tetangga-tetangganya.
Lalu ia mendapat gagasan untuk melatih anak-anaknya menggunakan alat penopang. Dalam waktu singkat berjalan dengan penopang menjadi lambang kedudukan yang tinggi di desa itu dan semua orang menggunakannya.
Sampai pada keturunan keempat tidak ada seorang pun di desa itu dapat berjalan tanpa penopang. Sekolah di desa itu memasukkan mata pejalaran "Alat penopang - Teori - Praktek" mata pelajarannya, dan tukang kayu di desa itu menjadi terkenal karena mutu alat penopang yang mereka hasilkan. Bahkan dibicarakan kemungkinan untuk mengembangkan alat penopang listrik, yang digerakkan baterei.
Pada suatu hari pemuda Turki menghadap para penatua desa dan bertanya mengapa semua orang harus berjalan dengan penopang padahal Allah telah memberikan kaki kepada manusia untuk berjalan. Para penatua desa itu merasa geli karena orang baru ini merasa lebih bijaksana daripada mereka. Maka mereka memutuskan untuk memberi pelajaan kepadanya. Mereka berkata, “Mengapa engkau tidak menunjukkan caranya kepada kami?””
“Baik”, kata pemuda itu.
Acara pertunjukkan ditentukan akan diadakan pada jam 10.00 hari Minggu berikutnya di lapangan desa. Ketika pemuda itu berjalan terpincang-pincang dengan alat penopang ke tengah lapangan, semua orang berada disana. Dan ketika jam desa menunjukkan pukul sepuluh, pemuda itu berdiri tegak dan menanggalkan alat penopangnya. Gerombolan orang itu terdiam saat ia melangkah maju dengan berani – dan jatuh tertelungkup.
Dengan itu semua orang semakin diyakinkan bahwa sungguh tidak mungkin berjalan tanpa bantuan alat penopang.
Doa Sang Katak 2, Anthony de Mello Sj.

Custom Search
Showing posts with label Tentang Kebiasaan. Show all posts
Showing posts with label Tentang Kebiasaan. Show all posts
Wednesday, August 27, 2008
Mencontoh Raja
Ketika "Messiah" karangan Handel untuk pertama kalinya dipertunjukkan di London, raja hadir. Ia begitu terbuai oleh perasaan religius ketika paduan suara menyanyikan bagian Alleluia, sehingga di luar kebiasaan ia bediri hening penuh horman terhadap karya besar yang sedang ia nikmati.
Ketika melihat ini, para bangsawan yang hadir di sana mengikuti raja dan berdiri juga. Itu menjadi tanda bagi para hadirin yang lain untuk berdiri.
Sejak saat itu, dianggap suatu keharusan untuk berdiri setiap kali Alleluia dinyanyikan, tanpa peduli seperti apakah sikap batin orang yang mendengarkan atau mutu pembawaannya.
Doa Sang Katak 2, Anthony de Mello Sj.
Ketika melihat ini, para bangsawan yang hadir di sana mengikuti raja dan berdiri juga. Itu menjadi tanda bagi para hadirin yang lain untuk berdiri.
Sejak saat itu, dianggap suatu keharusan untuk berdiri setiap kali Alleluia dinyanyikan, tanpa peduli seperti apakah sikap batin orang yang mendengarkan atau mutu pembawaannya.
Doa Sang Katak 2, Anthony de Mello Sj.
Labels:
Anthony de Mello,
Customarily,
Religion,
Tentang Kebiasaan
Subscribe to:
Posts (Atom)